Kebijakan pemerintah terkait hilirisasi dinilai tepat dan mulai menuai hasil positif terhadap postur neraca perdagangan. Indikator itu tergambarkan dari perubahan struktur ekspor Indonesia, yang semula fokus pada ekspor komoditas beralih menjadi ekspor manufaktur, seperti terlihat dari neraca perdagangan Indonesia yang surplus selama 43 bulan berturut-turut.
Perubahan struktur ekspor itu dibenarkan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal. Menurutnya, kebijakan hilirisasi mulai memberikan manfaat positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan pada November 2023 mencapai USD2,41 miliar. Sementara, surplus akumulatif periode Januari-November 2023 mencapai USD33,63 miliar.
“Struktur ekspor Indonesia berubah sejak ada hilirisasi, sehingga ekspor produk olahan nikel meningkatkan jenis ekspor untuk logam dasar. Itu masuk kategori manufaktur yang memberikan nilai tambah dibanding ekspor barang mentah,” sebut Faisal dalam siaran persnya, Senin (8/1/2024).
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga berpendapat sama. Bahkan, dia menambahkan, deru mesin manufaktur di tanah air semakin menggemuruh hingga akhir 2023. “Mereka (pelaku industri nasional) kian optimistis dalam menjalankan usahanya di tengah berbagai dampak geopolitik dan geoekonomi global,” ujarnya Selasa (2/1/2024).
Kepercayaan diri ini tecermin dari capaian positif Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, pada Desember 2023 berada di posisi 52,2 atau naik 0,5 poin dibanding bulan November yang menempati level 51,7.
“Alhamdulillah, PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut. Capaian ini hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan. Kinerja baik ini tentu harus kita jaga dan tingkatkan,” tambahnya.
Menperin mengemukakan, kondisi sektor manufaktur di Indonesia terus membaik lantaran juga didukung dari beragam kebijakan strategis pemerintah yang telah berjalan secara on the right track. “Laju industri manufaktur kita bisa lebih cepat di akhir 2023. Kami juga optimistis di 2024 bisa lebih baik lagi,” ungkapnya.
Namun, Agus menjelaskan, terdapat kebijakan yang belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan sektor industri, antara lain, penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Masih banyak perusahaan industri yang belum menerima manfaat harga gas USD6 per MMBTU.
“Pada 2023, hanya 76,95 persen di Jawa Bagian Barat atau hanya sekitar 939,4 BBTUD dibayar dengan harga USD6,5 per MMBTU, sisanya harus dibayar dengan harga normal sebesar USD9,12 per MMBTU,” sebutnya.