PANGKALPINANG, babelaktual.com – Putusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta yang memenangkan PT. Pulomas Sentosa dalam perkara TUN Nomor: 214/B/2022 dengan amar putusan membatalkan IUP Penjualan Komoditas Batuan milik Primkopal Lanal Bangka, ternyata menarik perhatian banyak pihak.
Bahkan, ada pihak yang mengaku sebagai Kuasa Hukum PT. Anugerah Pasir Berkah (APB) yakni Budiono ikut mengomentari putusan banding itu, meski tidak jelas kapasitasnya dalam perkara tersebut.
“Kami heran dalam putusan banding PT TUN yang memenangkan kami dengan tergugat atau terbanding Menteri Investasi/Kepala BKPM RI tapi justru dikomentari oleh PT. Anugerah Pasir Berkah melalui kuasa hukumnya, Budiono. Ini kan aneh, apa kapasitasnya yang bersangkutan memberikan pernyataan terhadap kasus orang lain? Apalagi sampai mengirimkan rilis ke media semacam cari panggung pada kasus orang lain,” kata Kuasa Hukum PT. Pulomas Sentosa, Dr. Adystia Sunggara, SH, MH, M.Kn dan Agus Hendrayadi, SH, MH, M.Kn, CTL dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, tadi malam, Rabu (19/10/2022).
Menurut Adystia, dalam perkara banding Nomor: 214/B/2022 itu, pihaknya menggugat Menteri Investasi/Kepala BKPM RI karena telah keliru menerbitkan IUP Penjualan Komoditas Batuan kepada Primkopal Lanal Bangka yang tumpang tindih dengan lokasi Izin Kerja Keruk (IKK) yang dimiliki PT. Pulomas Sentosa.
“Sehingga tidak ada korelasinya kan perkara tersebut dengan PT. Anugerah Pasir Berkah maupun Pemprov Bangka Belitung. Yang kita gugat Menteri Investasi bukan PT itu dan bukan Pemprov, jadi kenapa kok ada pihak-pihak lain yang kebakaran jenggot terhadap putusan itu, ada apa ini?” tanyanya.
Diakui Adystia, selain kuasa hukum PT Anugerah Pasir Berkah, ada juga informasi bahwa salah satu staf Pemprov Bangka Belitung hendak menyampaikan hak jawab ke media terkait berita putusan banding tersebut. Terhadap hal ini Kuasa Hukum PT. Pulomas Sentosa merasa lucu dan menganggap kian banyak unsur kepentingan terselubung dalam pengerukan alur muara Air Kantung, Sungai Jelitik, Sungailiat Kabupaten Bangka dengan maksud menyingkirkan PT. Pulomas.
“Bahwa legal standing staf Pemprov Babel bernama Rewi yang katanya mau melakukan hak jawab mewakili siapa? Pemerintah kah? Menteri Investasi/Kepala BKPM kah? Atau Pj Gubernur atau mewakili mantan gubernur? Masalahnya, dalam perkara banding itu para pihaknya adalah kami dan Menteri Investasi, kok anda-anda ikut campur? Kok banyak yang menggunakan jurus mabok?” cecarnya.
Dijelaskan pengacara sekaligus dosen yang menjabat Kepala Program Studi Magister Hukum (S2) STIH Pertiba Pangkalpinang ini, dalam putusan banding PT TUN Jakarta sangat jelas adanya amar penundaan objek sengketa yakni IUP Penjualan milik Primkopal Bangka. Penundaan itu berlaku sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap. Dan amar putusan penundaan objek sengketa inilah yang diyakini membuat pihak-pihak lain seperti kuasa hukum PT Anugerah Pasir Berkah dan staf Pemprov Babel menjadi kebakaran jenggot.
“Jadi kalau permohonan penundaan dikabulkan pengadilan, artinya harus ditunda pelaksanaan objek sengketa tersebut sampai putusan inkrah, tidak boleh ada kepentingan-kepentingan. Jika tidak mengerti bertanya dengan yang paham tentang hukum acara administrasi, jangan asal bunyi dan asal komentar,” sindir Adsytia.
Mengenai kepentingan nelayan terhadap alur muara tersebut, Adystia justeru menegaskan dampak dari pencabutan Izin Lingkungan yang dilakukan gubernur pada era Erzaldi Rosman telah menimbulkan konflik hukum dan konflik sosial, yang merugikan masyarakat nelayan.
“Lucunya pasca pencabutan Izin Lingkungan Pulomas, pemerintah membuat perjanjian yang seolah-olah dijadikan landasan instrumen ijin. Pemahaman hukum penyelengara pemerintahan seperti itu keliru dan melanggar Permen Perhubungan RI Nomor: PM 125/2018 jo. Permenhub RI Nomor 53/ 2021 tentang Pengerukan dan Reklamasi. Pekerjaan pengerukan itu harus dengan instrumen perijinan, bukan perjanjian. Negara sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan harus tunduk pada UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Bukan sebagai badan hukum perdata melakukan perikatan perdata dengan perjanjian, tanpa izin lalu dibenarkan. Masa memberikan pekerjaan tanpa perizinan dan tanpa Izin Lingkungan? Sementara yang ada Izin Lingkungan dicari-cari celah untuk dicabut izinnya, dampaknya kan masyarakat,” tukasnya.